Pendahuluan
Satu di antara tiga aspek filsafat dalam membangun kerangka
keilmuan suatu disiplin ilmu adalah membicarakan epistemologi suatu ilmu.
Pembahasan mengenai epistemologi ilmu adalah pengkajian terhadap terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, teori kebenaran,
metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori pengetahuan.
Jika dirangkai lebih jauh, epistemologi ilmu sebenarnya
muncul dari beberapa pertanyaan yang mendasar tentang pengetahuan. Plato
memberikan batasan ke dalam beberapa pertanyaan mendasar yang memiliki
keterkaitan langsung dengan pengetahuan, yaitu: Apa itu pengetahuan? Dimanakah
pengetahuan itu diperoleh? Apa ukurannya agar pengetahuan itu dianggap
benar-benar sebagai pengetahuan? Apakah inderawi menghasilkan pengetahuan?
Dapatkah budi memberi pengetahuan? Apakah hubungan antara pengetahuan dengan
keyakinan yang benar? Pertanyaan-pertanyaan inilah lebih lanjut dikembangkan
oleh para pakar, sehingga epistemologi berfungsi sebagai pembangun kerangka
sebuah disiplin ilmu yang pada perkembangan selanjutnya melahirkan dua pokok
aliran, yaitu : Pertama, adalah aliran yang mengakui pentingnya peranan akal
sebagai sumber ilmu pengetahuan. Baca juga: Pergeseran konsep pornografi
Aliran ini dikenal dengan aliran rasionalisme, karena
cenderung mengabaikan peran empirisme. Sedangkan aliran yang kedua adalah
aliran realisme atau emperisme yang lebih menekankan pada peran indera sebagai
sumber sekaligus alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Harus diakui bahwa
wacana Komunikasi Islam memang masih agak sunyi kendati sebenarnya sudah
bermunculan program studi atau konsentrasi keilmuan Komunikasi Islam.
Pembahasan
1. Definisi
Epistemologi diambil dari bahasa Yunani yang terdiri dari
dua kata, yaitu episteme yang berarti knowledge atau ilmu pengetahuan dan logos
atau logy yang berarti theory. Dengan demikian secara etimologis, epistemologi
dapat diartikan dengan theory of knowledge atau teori ilmu pengetahuan.
Pada prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, teori kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori
pengetahuan . Dengan demikian, epistemologi dimaksudkan sebagai usaha untuk
menafsir dan, di mana mungkin, membuktikan keyakinan kita bahwa kita mengetahui
kenyataan yang lain dari diri sendiri. Asas atau prinsip komunikasi Islam telah
diamalkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat dalam kehidupannya dan ketika
menyampaikan risalah. Sekiranya asas-asas tersebut dilaksanakan dengan tepat
akan mempengaruhi tingkah laku semua umat Islam, termasuk secara khusus
orang-orang yang berada dalam suatu organisasi. Kesan mendalam komunikasi itu
telah terbukti sukses di mana Rasulullah Saw. telah berhasil mempengaruhi dan
menguasai masyarakat Baduwi, sungguhpun pada mulanya mereka bersikap kasar,
bengis dan biadab.
2. Epistemologi Ilmu Komunikasi Islam
Di kalangan para pemikir, mulai dari masa Aristoteles
hingga Freud atau dari zaman Yunani hingga zaman modern, telah terjadi
perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia. Salah satu
perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan sumber-sumber dan
asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan
prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada
manusia. Mereka ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar: Bagaimana
pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya
tercipta, termasuk setiap pemikiran dan konsep-konsep (notions) yang muncul
sejak dini? Dan apakah sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan
pengetahuan ini?
Dengan mengkritisi pendapat-pendapat pemikir yang
mendiskusikan tentang sumber-sumber dan asal-usul pengetahuan manusia itu,
Muhammad Baqir Ash-Shadr mencari argumen sendiri untuk memberikan jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagimana di atas. Ia mengemukakan bahwa secara
garis besar pengetahuan manusia itu di bagi menjadi dua, yaitu konsepsi
(tashawwur) atau pengetahuan sederhana dan assent (tashdiq) atau pembenaran.
Muhammad Baqir Ash-Shadr yang membagi pengetahuan manusia menjadi dua |
Secara sederhana terjadinya pengetahuan berdasarkan a
priori dan a parteriori. A priori maksudnya pengetahuan yang terjadi tanpa
adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman inderawi maupun batin.
Sedangkan a parteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya
pengalaman. Adapun alat-alat untuk mengatahui terdiri dari (1) pengalaman
indera (sense experinece); (2) nalar (reason); (3) otoritas (authority); (4)
intuisi (intuition); (5) wahyu (revelation); (6) keyakinan (faith).
Alquran dikemukakan tentang berbagai cara meperoleh ilmu
pengetahuan, yaitu melalui persepsi inderawi, melalui kalbu atau akal, dan
lewat wahyu atau ilham.
• Pengetahuan indera
• Pengetahuan akal
• Pengetahuan wahyu atau ilham. Sebagaimana dikemukakan
oleh Jalaluddin Rahmat, Alquran menunjukkan empat sumber untuk memperoleh
pengetahuan:
Ø Alquran dan Sunnah.
Ayat-ayat Alquran yang memberikan petunjuk tentang Alquran
dan Sunnah sebagai sumber pengetahuan diantaranya adalah:
- Qs. Yūsuf/12: 1-3 dan 111;
Artinya: “Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al
Quran) yang nyata (dari Allah).” “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al
Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” “Kami menceritakan
kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan
sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang
belum mengetahui.”
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.”
- Qs. al-‘Ankabūt/29: 47-49;
Artinya: “Dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu Al
Kitab (Al Quran). Maka orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka Al
Kitab (Taurat) mereka beriman kepadanya (Al Quran); dan di antara mereka
(orang-orang kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. Dan tiadalah yang
mengingkari ayat-ayat kami selain orang-orang kafir.”
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran)
sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan
kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang
yang mengingkari(mu).”
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di
dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari
ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.”
Ø Alam semesta
Ayat-ayat Alquran yang memberikan petunjuk tentang alam
semesta sebagai sumber pengetahuan di antaranya adalah:
-Qs.al-An’ām/6:141;
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan
tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan
kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
- Qs. ar-Ra’d/13: 2-5;
Artinya: “Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang
(sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan
menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang
ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.”
Ø Tarikh umat manusia
Ayat-ayat Alquran yang memberikan petunjuk tentang tarikh
umat manusia semesta sebagai sumber pengetahuan di antaranya adalah:
- Qs. Yūsuf/12: 109;
Artinya: “Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang
laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka
tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan
orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung
akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu
memikirkannya?”
- Qs. ar-Rūm/30: 9;
Artinya: “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di
muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang
sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebihkuat dari mereka (sendiri) dan
telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang
telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka
dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku
zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri
sendiri.”
Penutup
Landasan epistemologi komunikasi Islam menjelaskan tentang
usaha manusia untuk menelaah masalah-masalah obyektivitas, metodologi, sumber
data validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan subyek Islam
sebagai titik tolak berpikir. Penekanan pembahasan epistemologi adalah menelaah
sumber-sumber ilmu komunikasi Islam dan dengan apa atau bagaimana
mendapatkannya. Baca juga: Teori semantik
Adapun sumber-sumber ilmu komunikasi Islam sama dengan
ilmu-ilmu dalam perspektif Islam lainnya, yakni bahwa ilmu itu diperoleh dari
Alquran dan Sunnah, penelaahan alam semesta, pengkajian terhadap diri manusia
(anfus), dan penjelajahan terhadap tarikh (sejarah) umat manusia. Sedangkan
alat untuk memperoleh ilmu komunikasi Islam adalah dengan mengoptimalkan fungsi
inderawi dalam mempersepsi sumber, melalui pemahaman akal atau qalbu, dan
melalui pengetahuan wahyu atau ilham. Khusus mengenai alat wahyu atau ilham ini
tidak ditemukan sebagai alat pada komunikasi konvensional. Ia hanya dimiliki
oleh epistemologi komunikasi Islam.
Artikel Terkait:
* Ilmu Komunikasi
* Teori Ilmu Komunikasi
* Mata Kuliah Ilmu Komunikasi
* Teori Semiotika
* Makalah Ilmu Komunikasi
* Materi Ilmu Komunikasi
* Makalah Kuliah Komunikasi
* Event Organizer
* Mata Kuliah Event Organizer
* Teori Semantik
* Metode Penelitian Komunikasi
* Jurnalisme Kontemporer
* Media Massa
* Mata Kuliah Jurnalisme
* Mata Kuliah Reportase
* Ilmu Advertising
* Dasar Jurnalisme
0 Response to "Membangun Epistimoligi Komunikasi Islam"
Post a Comment