Teori Semantik (Edisi Kedua) J.D. Parera

Pergeseran makna adalah gejala perluasan, penyempitan, pengonotasian (konotasi), penyinestesian (sinestesia), dan pengasosiasian sebuah makna kata yang masih hidup dalam satu medan makna. Dalam pergeseran makna rujukan awal tidak berubah atau diganti, tetapi rujukan awal mengalami perluasan rujukan atau penyempitan rujukan. Perubahan makna dalah gejala pergantian rujukan dari symbol bunyi yang sma. Ini berrti dalam konsep perubahan makna terjadi pergntian perubahan rujukan yang berbeda dengan rujukn semula. 
Pergeseran makna dapat tercatat secara histori s dan pula terjadi secara sinkronis berdasarkan pemakaiannya. Kata manu dalam bahasa Sikka berarti “ayam”, sedangkan dalam bahasa jawa kata manu[?] berarti burung. Gejala ini menunjukkan pergeseran makna karena makna ayam maupun makna burung masihberada dlam satu medan makna, yakni “sejenis binatang (peliharaan) yang bersayap dan berbulu, (dapat) terbang, dan dapat dimakan oleh manusia. “kata bapak dan ibu bahasa Indonesia yang menunjukkan nasabah keluarga batih (bapak, ibu, dan anak) telah bergeser maknanya ke keluarga yang lebih luas dan besar seperti tampak dalam penggunaan sebagai sapaan “bapak-bapak dan ibu-ibu yang kami hormati” dsb. Gejala ini termasuk dalam gejala pergeseran makna karena makna dan rujukan awal tidak berubah, yakni “laki-laki atau perempuan yang lebih tua dan terhormat dalam keluarga kecil” dan sekarang “keluarga besar”. Baca juga: Teori semiotik Ferdinand de Saussure
Lain halnya dengan gejala perubahan makna. Perubahan makna berrti penggantian rujukan. Rujukan yang pernah ada diganti dengn rujukan baru. Mislnya kata canggih bahasa Indonesia pernah bermakna suka mengganggu (rebut, bawel dsb) (KUBI 1976, 183), sedangkan dewsa ini canggih mendapatkan makna atau rujukan baru, “sangat rumit dan ruwet dalam bidang teknologi Karen keterkaitan antar komponen atu unsure” sebagai padanan kata bahasa inggris sophisticated “ yang berpengalaman dalam bidang duniawi, pintar, dan njlimet” (Echols dan Shadily, 1989, 540). Makna rujukan awal dan makna baru tidak berada dalam satu medan makna, apalagi makna awal tidak pernah hidup lagi dalam pemakaian bahasa indonesa kontemporer. Makna canggih yang pertama malah mungkin tidak dikenal sama sekali oleh pemakai bahasa Indonesia yang tidak rajin membuka-buka kamus. Kata entas dalam frase pengentasan kemiskinan (bermula dari salah kaprah) sudah bermakna “menghilangkan dan mengeluarkan kemiskinan”, sedangkan makna dasar dari entas adalah “mengangkat dari, mengambil dari, menolong dari…”. Sebenarnya. 
Pembahasan tentang pergeseran dan perubahan makna dapat dilihat dari sudut (1) faktor-faktor yang melancarkan dan memungkinkan pergeseran dan perubahan makna, (2) sebab-sebab terjadinya pergeseran dan perubahan makna, (3) hakekat pergeseran dan perubahan makna, dan (4) konsekuensi dan implikasi pergeseran dan perubahan makna.

Faktor pemudah Pergeseran dan Perubahan Makna
Tidak ada status quo dalam bahasa. Bahasa selalu melaju terus sesuai dengan perkembangan zaman dan manusia pemakainya. Tidak ada yangh statis dalam bahasa. Setiap komponen bahasa akan selalu berkembang bermula dari komponen fonologi, morfologi, sintaksis, komponen semantic, dan komponen pramatik.
Kosakata sebuah bahasa selalu bertambah dan berkembang. Salah satu perkembangan makna kosakata ialah pergeseran dan perubahan makna. Pertanyaan yang muncul ialah faktor-faktor apa yang memudahkan pergeseran dan perubahan makna kosakata. Kita dapat mencata banyak faktor, tetapi mungkin faktor-faktor seperti dituliskan oleh Antoine Meillet (dalam Ullmann, 1977, 193) di bawah ini cukup menentukan. (catatan: penulis hanya mencatat beberapa faktor utama yang dikemukakan oleh Meillet tanpa pentertaan uraian dan contoh dari Meillet; uraian dan contoh adalah hasil pengmatan dari penulis sendiri yang tentu saja membumi ke pengalaman berbahasa Indonesia).
  • Bahasa diturun temurunkan dr generasi ke generasi dengan cara yang langsung dan tidak langsung: seorang anak selalu belajar bahasa dalam bentuknya yang segar. Persepsi dan tanggapan anak terhadap makna didasarkan pada konteks pemakaiannya. Apakah persepsi dan tanggapan anak kan makna kata itu sama seperti yang dihendaki penunturnya? Pada umumnya tidak. Cukup banyak salah persepsi dan salah tanggap yang dilakukan anak; terdapat konteks dan kondisi waktu tanggapan yang salah diperbaiki. Dari sanalah bermula pergesern makna.
  • kekaburan dan ketidak pastian makna menjadi salah sumber pergeseran dan perubahan makna. Batas antar makna tidak jelas. Ketidak akraban pemakaian bahasa akan makna sebuah kata menjadi sumber kekaburan makna yang berakibat kepada pergeseran dan perubahan makna. Misalnya, dalam kegiatan pasca-pemilu 1999 di Indonesia para politikus Indonesia. Dalam bahasa belanda dan prancis koalisi bermakna “permufakatan antara dua partai atau bangsa untuk menghadapi musuh yng sama”, sedangkan aliansi “persekutuan  militer yang menghadapi musuh bangsa”. Di Indonesia, “koalisi dan aliansi antarpartai peserta pemilu untuk memenangkan pemilu”; disini tidak terdapat pikiran musuh bersama atau pemikiran militer.
  • Loss of Motivation ‘kehilangan motivasi’ juga menjadi salah satu faktor terjadinya pergeseran makna, demikian kata Meillet. Dalam penjelannya, dikatakan sepanjang sebuah kata tetap dengan kuat berpegang pada akarnya (tentu makna dasar awal) dan pada medan makna yang sama, maka maknaitu masih dalam batas-batas bukan pergeseran makna atau perubahan makna. Akan tetapi, sekali hubungan ini diabaikan, maa makna itu akan bergulir jauh dari asalnya dan berkembang tak terkendali. Dalam bahasa Indonesia dapat dicontohkan kata canggih, makna kata ini telah terlepas dari makna dasarnya. Kata canggih dihidupkan kembali karena kepentingan pemadanan tertentu. Makna kata ini berkembang tak terkendalikan, misalnya mesin yang canggih, gadis itu canggih, perbuatannya canggih, warna yang canggih, dst. Penggunaan makna kata cnggih tak terkendalikan lagi. Di sini faktor kehilangan motivasi menonjol.
  • Disamping tiga faktor yang dikemukakan oleh Meillet diatas, dapat kami tambanhkan beberapa faktor seperti berikut ini.
  • faktor salah kaprah juga mempermudah pergeseran dan perubahan makna. Salah kaprah adalah kesalahan yng terjadi krena kelaziman atau keabsahan dengan sesuatu yang salah dan dibiarkan terus berjalan tanpa usaha perbaikan oleh pemiliknya. Usaha perbaikan dating terlambat. Kelaziman pemakaian makna kata menjadi tumpuan walaupun maknanya sudah salah.

Makna kata pertanda ialah “pelebaya, algojo” (KBBI,1988, 676). Akan tetapi, kata pertanda selama ini dipahami bermakna “alamat, gelagat” dan akibatnya makna terakhir ini (akibat salah kaprah) telah dimasukkan dalam KBBI edisi kedua sebagai homonimi terhadap makna “pelebaya, algojo” yang asli (KBBI,1993, edisi kedua, 760).
Struktur kosakata memegang peran utama dan penting dalam pergeseran dan perubahan makna. Struktur fonologi, morfologi, dan sintaksis lebih bersifat tertutup, sedangkan struktur kosakata sangat bersifat terbuka. Setiap makna kosakata dapat berkembang, bertambah, berubah, bergeser, atau malah menghilang dari peredaran pemakaian karena tidak diperlukan lagi.

Sebab-sebab pergeseran dan perubahan makna
Ada faktor pemudah dan ada faktor penyebab atau sebab-sebab terjadinya pergeseran dan perubahan makna. Dari begitu banyak sebab yang diasumsikan--- katanya sudah diidentifikasi sebanyak 31 sebab---- mungkin dapat diasumsikan beberapa penyebab terjadinya pergeseran dan perubahan makna. Sekali lagi Meillet mencatat ada tiga penyebab terjadinya pergeseran dan perubahan makna (Ullmann, 1977, 98).

Sebab-sebab linguistik
Kebiasaan memunculkan dua makna kata bersama-sama dapat menyebabkan terjadinya pergeseran dan perubahan makna. Makna dari sebuah kata dialihkan begitu saja ke dalam kata yang sering
muncul bersama. Kebiasaan kolokasi merambatkan makna kata yang satu ke dalam makna kata yang
lain. Terjadi apa yang oleh Breal disebut contagion ‘penularan makna’ karena kontak makna akibat keseringan muncul bersama. Misalnya, meninggal dunia atu berpulang ke rahmatullah. Sekarang penutur bahasa Indonesia hanya mengatakan meninggal dunia dan berpulang. Mungkin penutur bahasa Indonesia dialek Jakarta untuk menghindari jawaban dengan ungkapan “tidak tahu”, lama kelamaan hanya dikatakan “ta:hu” dengan durasi lebih panjang untuk menyatakan “tidak tahu”. Makna positif kata tahu akhirnya bagi orang Jakarta berarti negative tidak tahu.
Gejala yang sama terjadi juga dalam bahasa prancis. Frase ne…personne berarti ‘tidak ada orang’, lalu ne yang berarti ‘tidak’ dihilangkan sehingga hanya terdapat kata personne dengan makna ‘tidak ada orang’.

Contoh: Qui a dit cela?---personne
            ‘Siapa telah mengatakan itu?--- Tidak ada orang..’
            ‘Who said that?---Nobody’
Dalam bahasa Indonesia terdapat kata semena dengan makna “berimbang; sama berat; tidak berat sebelah: (KBBI, 1988, 809; KBBI 1993, 906). Akan tetapi, dalam pemakaian berfase dengan semena-mena berarti “sewenang-wenang; tidak berimbang” dengan contoh “orang itu dibunuhnya dengan semena-mena” (sic).
Buku teori semantik jilid II
Sebab-sebab sosial
Masyarakat pemakai bahasa mempengaruhi pergeseran dan perubahan makna. Berdasarkan pengalaman, pemakai bahasa Indonesia mempengaruhi makna untuk menggambarkan pengalaman mereka sedekat dan senyata mungkin. Dua gejala yang perlu dicatat dalam hubungan dengan pengaruh social terhadap pergeseran dan perubahan makna, ialah generalisasi dan spesifikasi.
Generalisasi muncul berdasarkan pengalaman masyarakat ketika mereka hendak mengidentifikasi yang berlaku di mana saja dan kapan saja.  Misalnya kata virus yang hanya berhubungan dengan penyakit, sekarang menjadi kata umum untuk mengartikan semua yang mengganggu dan menghambat kelancaran pengerjaan sesuatu, misalnya virus computer, virus masyarakat. Kata tajam yang berhubungan dengan gambar grafik dalam statistic telah menjadi kata umum dengan ungkapan harga naik dengan tajam atau harga turun dengan tajam. Padahal, pada awalnya kata tjam berhubungan dengan senjata pisau, parang, tombak, bamboo runcing, atau senjata tradisional yang lain.
Spesifikasi makna dilakukan masyarakat berdasarkn pengalaman awal pemaki bahasa. Masyarakat Flores menyebutkan nyora hanya untuk istri guru karena pada zamannya guru memegang peran utama di tengah masyarakat Flores. Padahal kata nyora dari bahasa Portugis berarti umum nyonya (yang terhormat tertentu), misalnya nyonya Gubernur, nyonya Menteri. Kata preman bagi masyarakat Jakarta sudah mendapatkan makna “orang atau sekelompok orang pasar, stasiun kereta api atau bus, atau di tempat-tempat umum dengan perbuatan yng tidak menyenangkan masyarakat”. Padahal, makna preman (dari bahasa Belanda dengan makna yang lain) di Indonesia berarti “partikelir, swasta, bukan tentara” dst. (KUBI, 1993, 787). Baca juga: Pesan dan saluran komunikasi politik
Satu pengalaman spesifikasi makna yang khas bahasa Indonesia ialah makna kata aman. Makna kata aman “damai, sejahtera, salam” telah berubah secara khusus menjadi “tidak aman, tidk damai” alias “ditangkap oleh aparat pemerintah pada zaman Orde Baru”. Spesifikasi kata aman ini didasarkan pada pengalaman masyarakat Indonesia. Ungkapan “telah diamankan” mendapatkan makna yang tidak menyenangkan bagi yang “telah diamankan”, tetapi telah memberikan keamanan bagi yang mengamankan (Orde Baru).
Di samping generalisasi dan spesifikasi akibat pengaruh masyarakat, perlu dicatat pula penghidupan dan pemurnian kembali makna kata oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Makna kata perempuan di zaman Orde reformasi Indonesia telah mendapatkan kembali mkna dasarnya. Bacalah “mencari pemimpin perempuan”, “menanti sosok presiden perempuan” (Info Aktual Swara, Kamis 24 Juli 1999, no. 13 Tahun I, passim) atau “Komite Peduli Perempuan”, telah dipakai secara berimbang oleh masyarakat Orde Reformasi di luar organisasi perempuan sisa-sisa zaman Orde Baru, misalnya Dharma Wanita, Korps Wanita Angkatan… (KOWAD, KOWAL, WARA).
Kehidupan masyarakat yang demokratis telah menghidupkan kembali konsep-konsep demokrasi, seperti “oposisi, parlementer, jujur, adil, perjuangan, liberal, pro dan kontra, dst”. Malah kata “musyawarah dan mufakat” kurang kedengaran pada zaman Orde Reformasi ini.

Artikel Terkait:
 * Ilmu Komunikasi
 * Teori Ilmu Komunikasi
 * Mata Kuliah Ilmu Komunikasi
 * Teori Semiotika
 * Makalah Ilmu Komunikasi
 * Materi Ilmu Komunikasi
 * Makalah Kuliah Komunikasi
 * Event Organizer
 * Mata Kuliah Event Organizer
 * Teori Semantik
 * Metode Penelitian Komunikasi
 * Jurnalisme Kontemporer
 * Media Massa
 * Mata Kuliah Jurnalisme
 * Mata Kuliah Reportase
 * Ilmu Advertising

Related Posts:

0 Response to "Teori Semantik (Edisi Kedua) J.D. Parera"

Post a Comment